SELEBARAN MAHASISWA PAPUA EKSODUS" : OLEH POSKO UMUM

SELEBARAN POSKO UMUM 
EXODUS PELAJAR DAN MAHASISWA PAPUA SE - INDONESIA 

Jayapura,sab,01/feb/02/2020
Oleh Mahasiswa eksodus"

sumber :posko umum BeritamahasiswaPapua@gmail.com-posberitamahasiswapapua 


AKSI" diungkap rasisme terhadap "MAHASISWA PAPUA DI MALANG"


Potoh diungkap rasisme oleh pihak aparat negara Indonesia degan ormas, organisasi masyarakat Indonesia 
SELEBARAN POSKO UMUM 


EXODUS PELAJAR DAN MAHASISWA PAPUA SE - INDONESIA 

AKSI DAMAI MAHASISWA PAPUA DI MALANG DAN RASISME SURABAYA 2019 - "SECARA SEPIHAK MAHASISWA PAPUA DISTIKMA MEDIA SEBAGAI PEMBUAT MASALAH"

pembuat onar'keras kepala ,anarkis baca selengkapnya 
  1. “Pembuat onar, Keras Kepala, Aksi Anarkis, dsb” adalah stigma yang muncul dan diperkuat oleh pemberitaan media online pada saat Aksi Damai yang dilakukan Mahasiswa Papua di Malang pada 15 Agustus 2019 dan Isu Rasisme Surabaya pada 16 - 17 Agustus 2019. Judul berita yang dibuat dan dimuat media itu sangat sepihak, subjektif dan hanya dijadikan isu propoganda Aparatus Negata (TNI-POLRI) untuk menghilangkan informasi sesungguhnya.


AKSI DAMAI MAHASISWA PAPUA DI MALANG, Media Detik memuat berita dengan judul “Ini Sederet Tindakan Anarkis Mahasiswa Papua di Malang Saat akan Demo” (15 Agustus 2019). Berita tersebut membingkai massa aksi dari Papua sebagai pemain tunggal dalam kericuhan jalanan tersebut.

Jika merujuk pada keterangan KontraS Surabaya, kericuhan terjadi saat massa aksi dari AMP dihadang oleh sejumlah massa tak dikenal dan melakukan penyerangan hingga terlibat aksi saling balas. Aparat Kepolisian Malang yang berada di lokasi diduga melakukan pembiaran terhadap dua kelompok yang bertikai ini sebelum akhirnya massa aksi digiring aparat meninggalkan lokasi.

Peristiwa diperparah dengan pernyataan Wakil Walikota Malang Sofryan Edi Jarwoko yang merespon dengan opsi pemulangan mahasiswa Papua ke tanah asalnya. Pernyataan itu memicu protes dari pejabat Papua, bersamaan dengan perlakuan rasis di Surabaya.

Malang Times memperparah sentimen ini dengan memuat berita bertajuk “Merasa Dirugikan, Netizen Malang Emosional dan Minta Pulangkan Mahasiswa Papua” (15 Agustus 2019), media lokal tersebut justru memfasilitasi ujaran kebencian dan seruan diskriminatif kepada mahasiswa Papua.

Sedangkan MASALAH RASISME SURABAYA, Media Detik memuat berita yang berjudul “Keras Kepalanya Mahasiswa Papua yang Direspons dengan Gas Air Mata” (17 Agustus 2019). Narasi berita ini menonjolkan bagaimana penangkapan 43 mahasiswa Papua di dalam asrama dengan menembakkan gas air mata itu sebagai langkah yang cerdas untuk merespon “keras kepalanya” mahasiswa Papua karena dianggap tidak segera menyerahkan diri kepada pihak kepolisian.

Berita ini bermasalah dalam dua tataran. Pertama, bersumber dari omongan Wakil Ketua Polrestabes Surabaya Leo Simarmata, tanpa verifikasi ataupun konfirmasi pada pihak yang berseberangan. Kedua, Pemakaian frasa “keras kepala” ini membuat mahasiswa Papua berada di pihak yang salah, dan sekali lagi mengabaikan latar belakang peristiwa.

Namun setelah mendapat kritik dari Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Surabaya melalui kicauan di Twitter pada 18 Agustus 2019, Detik baru mengubah judul berita menjadi “Runutan Peristiwa di Asrama Mahasiswa Papua yang Berujung Gas Air Mata” dengan tanpa memberikan penjelasan apapun.

Dari beberapa pernyataan faktual ini, kita dapat menyimak bersama bahwa perlakuan dari Media Online ketika memuat berita terkait Aksi Damai di Malang dan Kasus Rasisme di Surabaya sangatlah sepihak dari kebenaran sesungguhnya. Hal ini karena:

1). Kinerja sejumlah media dalam meliput peristiwa Mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya, menunjukkan bagaimana awak redaksi gagal memahami akar permasalahan yang terjadi saat itu.

2). Ketika memberitakan isu Mahasiswa Papua, media kerap hanya memakai sumber dari kepolisian atau otoritas negara lainnya. Sehingga pemberitaan faktualnya malah diplintir jauh dari kebenaranya.

3). Adanya praktik aparatus (TNI-POLRI) negara  yang mau membungkam narasi Mahasiswa Papua yang kritis, faktual dan benar dari Aksi Damai di Malang dan Masalah Rasisme Surabaya yang tidak manusiawi itu.

Akibatnya, peran jurnalisme (media) yang semestinya mengawasi kerja pemerintahan malah terlihat buruk bagi iklim demokrasi di Indonesia. Dan juga sangat terlihat jelas kalau negara benar-benar menindas ruang gerak Mahasiswa Papua di luar Tanah Papua. Ini musti kita LAWAN!

Jayapura, 01/02 Februari /2020

hidup mahasiswa eksodus 
sumber selebaran  :oleh posko umum Se Indonesia Papua Barat 
Melalui :posberitamahasiswapapua@gmail.com-beritamahasiswapapua@gmail.com

menulis :timilesyoman@gmail.comc-aringgik@gmail.com

Selebaran yg ke 03"

Comments

Popular posts from this blog

INDONESIA KOLONIAL RASIS DAN FASIS SECARA ILEGAL MENDUDUKI DAN MENJAJAH ...

1 DESEMBER 1961 HARI KEMERDEKAAN BANGSA PAPUA