PENYEBAR RASISME TERHADAP MAHASISWA PAPUA SURABAYA MALANG

PENYEBAR RASISME, ADALAH APARAT NEGARA INDONESIA, DALAH HAL TNI/POLRI, POL PP,  ORMAS ORGANISASI MASYARAKAT  REAKSINER, KELOMPOK NUSANTARA/BARISAN MERAH PUTIH MEREKA TDK DILINDUNGI ,PARA KORBAN RASISME MAHASISWA PAPUA DIADILI DAN DIUNGKAP JEN JEN MONYET MAHASISWA PAPUA DI SURABAYA MALANG"

Jayapura 10/02/2020
melalui pos :berita mahasiswa Papua 
Sumber:beritamahasiswapapua@gmail.com
POTO MAHASISWA PAPUA 
TIMILE

Pendahuluan :

Penulis :by timiles yoman "penyambung analisis menangkapi rasisme menyusung oleh

 :by ALEAR YOMAN" dari itawaku purom west Papua Barat "  minggu /10/02/2020"kami akan menanggapi tentang rasisme "ujaran rasis tepatnya pada tanggal 15-17di Surabaya Jalan Kamasan Asrama Mahasiswa Papua hingga menyebar luas di seluruh tanah Papua, bahkan seluruh Indonesia. Dan juga pun dunia international karna "alasan mengapa Mahasiswa Se Papua memilih pulang  kembali ke Papua?

Aparat keamanan TNI/Polri yang berwatak rasis dan pembuat segala macam kriminal di tanah Papua. 
Masalah diskriminasi rasial yang  sudah lama dibangun oleh aparat TNI/Polri sejak Pepera 1969 yang merupakan akar masalah Papua. sebab tidak demokratis, merayakasa, dan memanipulasi punuh dengan pembohongan hingga sedang berlangsung kini.  Aparat TNI/Polri berwajah rasis dan sumber segala macam konflik tidak pernah menghargai hak-hak orang asli Papua.  Ketidakadilan, ketidakbenaran intimindasi NKRI terhadap orang asli Papua dalam segala bidang. Secara politik, Ekonomi, Kesehatan, Pendidikan dll. Penguasa kolonial mondern Aparat Keamanan TNI/Polri, tidak bergaul dan bersahabat dengan orang asli Papua.  Selalu hidup menjauh, Orang asli Papua dijauhkan dari hadapan mereka, mereka sendiri membuat perbedaan-perbedaan, sejak 1969 hingga 2020 kini sudah 74 thn. Sebaliknya pendekatan mereka terhadap orang asli Papua selalu kekerasan moncong senjata, segala macam kejahatan dan konflik sengaja mereka ciptakan. Perangkat dari watak  Aparat  TNI/Polri  yang rasis dan segala macam kriminal. Aparat TNI/Polri selalu memandang orang asli Papua itu primitif, belum maju, ketertinggalan, belum bisa, bodoh, miskin, pembuat makar, separatis, TPN/OPM manusia kanibal. Label-label tersebut diberikan oleh Aparat TNI/Polri terhadap orang asli Papua sehingga kapanpun mereka tidak mengakui orang Papua itu adalah manusia sederajat dengan mereka.
Terbuktinya ujaran rasis terhadap mahasiswa Papua secara terang-terangan dan nyata pada tanggal 15-17 di Surabaya. 

Mahasiswa Papua memilih pulang 

Kenapa mahasiswa Papua memutuskan harus pulang ke Papua? Bukan karena rasisme, sebab diskriminasi rasial tidak asing dan bukan pertama dengar ditelinga mahsiswa Papua dan seluruh orang Papua. Masalah rasis sudah menjadi sebutan biasa bagi orang asli Papua. Tetapi kali ini mahasiswa Papua  sudah tak mampu menahan diri dan sangat lemas sebab kata-katanya pedis dan sangat mematikan tindakkan kekerasan oleh Aparat keamanan TNI/Polri, Pol PP,  Ormas reaksioner dan gabungan masyarakat Surabaya.   Berbagai bentuk teror dan intimindasi tekanan secara batin, psikologi bahkan juga fisik.  Mahasiswa Papua benar-benar dikucilkan dari tengah-tengah ras melayu berkulit putih  sehingga mereka semua merasa sangat asing tidak mungkin tinggal bersama mereka. 

Akhirnya mahasiswa Papua telah sepakat untuk tinggalkan sejawa, Bali dan sekitarnya, kembali ke Papua tiba di Jayapura provinsi Papua. Setelah beberapa hari kemudian untuk menanggapi ujaran rasis dengan mogok Sekolah satu minggu sebelumnya sudah sebarkan informasi yang berbunyi. "Pemberitahuan kepada bapak/i seluruh orang Papua bahkan non Papua kami dari mahasiswa Exodus akan mogok sekolah dari TK-Perguruan tinggi, kantor-kantor,  dan perusaan-perusaan yang ada di Papua" kemudian dilanjutkan sesuai kesepakatan mahasiswa exodus dan semua mahasiswa gabungan pagi pukul 4.00 subu waktu Papua segera memalang Kampus UNCEN UNIVERSITAS CENDERAWASIH namun rencana ini dibubarkan oleh Aparat keamanan TNI/Polri secara paksa, massa diangkut dengan truk dalmas milik anggota TNI/Polri semua masa diturunkan di Ekspo rupanya anggota TNI/Polri mengatur strategi untuk menangkap dan  membunuh mahasiswa yang ingin mogok tadi sehingga begitu baru diturunkan dari truk langsung anggota TNI/Polri telah siap sebelumnya berada di sana bangkit dan keroyok mahasiswa tadi sehingga mahasiswa  tak tahan  lembar batu akhirnya anggota/TNI/Polri juga angkat senjata dan tembak mahasiswa, salah satu mahasiswa Exodus ditembak mati  dan yang lain luka-luka lalu semua ditangkap dan dikasih telanjang dan dijemur dari pagi jam 8.00-sore jam 6.00 dan dibawa ke Mako Brimob di Cigobong Kotaraja dalam. Wajarlah TNI/Polri dikasih nama kolonial mondern mengisap darah manusia Papua. Tindakkan kekerasan terhadap mahasiswa Papua terus berlangsung ada disiksa, dipukul secara tidak manusiawi dan yang lain terus diadili dibawa ke Polresta Jayapura. Dengan alasan melanggar  UUD sudah kena pasal ini dan itu katanya tindakkan kriminal. Sampai hari ini mahasiswa Papua masih ada ditahanan dengan tuduhan-tuduhan yang tidak benar bahwa kamu telah menghancurkan ruko-ruko, toko-toko, dibakar dll. Beberapa Anak-anak dari SMA pegeri Wamena. Basoka Logo dan kawan-kawan,  Buctar Tabuni dan kawan-kawan sampai sejauh ini masih ada dipenjara. 

 saya melihat kenyataan tindakkan TNI/Polri yang sangat biadab ini. Pertanyaan saya apakah dimata NKRI/APARAT/TNI/POLRI barang-barang itu


lebih berharga daripada manusia Papua? Tindakkan dan gaya aparat keamanan TNI/Polri sangat tidak adil dan tidak benar. Kalau kita berpikir secara rasional, masuk akal dan pikiran yang jernih tentu saja kita mengatakan mahasiswa Papua dan orang Papua bertindak itu hal yang wajar karena mereka adalah korban diskriminasi rasial dari tahun-ketahun. Ketidakadilan ketidakbenaran telah dilukahi hati orang asli Papua oleh kolonial Indonesia. Orang Papua dan mahasiswa Papua sudah lama hidup menderita sakit secara psikologis, jiwa bahkan fisik. Mereka bertindak karena ada sesuatu yang belum beres antara Indonesia dan Papua yaitu perlakuan kekerasan, sangat biadab, cara-cara kriminal dan tak manusiawi yang diciptakan oleh penguasa modern lebih  tepat kolonial Aparat TNI/Polri. Yang Seharusnya Mahasiswa Papua dan semua orang Papua adalah korban rasisme mereka harus dilindungi, oleh negara, berikan keadilan, kebenaran kepada orang asli Papua jika Papua benar bagian dari NKRI? Tetapi tindakkan kekerasan dan ketidakadilan terhadap orang Papua dari sejak 1969 hingga sekarang membuktikan bahwa Papua bukan bagian dari INDONESIA. 

Mengapa? Karena pelaku rasis, Aparat TNI/Polri, Ormas reaksioner dan kelompok barisan merah putih (Nusantara). Yang membacok dan membunuh  orang Papua sewenang-wenang dengan parang samarai, TNI/Polri menembak,  membunuh, menyiksa, memukul, memenjarahkan, memperkosa, menculik, mencuri, membantai manusia Papua seperti hewan buruan. Ketika terjadi seperti ini negara tidak hadir dan tidak menegakkan hukum mereka tidak diadili. Justru dilindungi dan diperlakukan baik sengaja memelihara kejahatan. 
Sebaliknya yang diadili dan dihukum para korban rasis. Ini benar-benar ketidakadilan negara model  apa masa orang benar disalahkan dan orang salah dibenarkan. 
Sehingga kepercayaan mahasiswa Papua dan semua orang Papua kepada Negara Indonesia dan aparat TNI/Polri sudah botak habis tidak dipercaya. Artinya kami memandang negara Indonesia adalah negara pemelihara segala macam kriminal, anti keadilan dan kebenaran. 

Penulis mengajak kita sekalian para pembaca yang terkasih kita akan mendengarkan kesaksian dari mahasiswa Exodus. Mewakili semua mereka, kedua mahasiswa atas nama Elian Magal dan Yuni Tabuni sebagagi berikut: 

Aktivis papua merdeka ":
ELIAN MAGAL DAN YUN TABUNI – “KAMI TINGGALKAN KOTA STUDI (EXODUS) KARENA ADANYA INTIMIDASI”

Ratusan mahasiswa dan pelajar Papua yang menempuh studi di kota Manado memutuskan kembali ke kampung halaman Papua karena alasan merasa tidak aman, intimidasi maupun sebagai bentuk solidaritas. Ada yang secara terbuka mendukung Papua Merdeka.

Ratusan mahasiswa papua pulang karena intimidasi. Alasan kepulangan mereka juga beragam. Beberapa di antaranya mengaku mendapat perlakuan diskriminatif dan intimidasi sejak terjadi aksi rasial dan represif di Malang dan Surabaya pada 15-17 Agustus 2019 oleh aparat TNI, Polri, Pol PP dan Ormas Reaksioner itu. 


  • Berikut dibawah ini kita akan sama-sama mendengar cerita pendek dari apa alasan kepulangan mereka, kurang lebih dari Exodus Pelajar dan Mahasiswa Asal Kota Studi Manado, atas Nama “ELIAN MAGAL DAN YUN TABUNI”

Menurut Ketua Korwil Pelajar LPMAK SMA Lokon Manado, Siswa Papua atas Nama ELIAN MAGAL, menjelaskan dirinya bersama sekitar 40 orang teman-teamannya sudah meninggalkan Tomohon, secara bergelombang pada waktu itu, Kamis (5/9/2019).

Lanjut Keterangan dari Elian Magal, Aksi pulang kampung ini adalah bentuk penolakan kami atas ancaman melalui video Rasisme Surabaya yang viral untuk membuat kesaksian tentang kondisi kami bersekolah di SMA Lokon Manodo baik-baik saja dan pernyataan "NKRI harga mati". Tetapi Perintah itu menurut saya dan teman-teman sangat menyinggung harga diri kami sebagai orang Papua.

"Kami yang di SMP Lokon mendapat pesan dari para pamong, meminta pelajar asal Papua untuk membuat pengakuan kalau kami belajar di Manado aman-aman saja, didikte dan dipaksa," jelas Elian.

"Kami juga diancam, katanya kalau tidak mau buat video ini, kami tidak akan diberi uang saku lagi dan tidak boleh keluar asrama.”

Elian menjelaskan, oknum yang memerintahkan saya dan teman-teman Papua lainnya untuk membuat video itu mengatasnamakan sejumlah Pemda di Papua seperti Mimika, Manokwari, Manokwari Selatan dan Sorong. Padahal setelah ditelusuri oleh pihak sekolah, keempat Pemda membantah perintah pembuatan video itu.

Ancaman membuat video itu, kami tetap “tolak” dan aman-aman saja, tapi tindakan yang penuh intimidasi inilah yang telah memicu kepulangan saya dan teman-teman Papua untuk balik ke Tanah Papua, selain itu juga karena ada keinginan dan dorongan dari orang tua kami juga yang khawatir dengan keselamatan kami, kata Elian.


  1. Sementara YUNI TABUNI juga memutuskan meninggalkan kuliahnya di jurusan Bahasa Indonesia di Universitas Negeri Manado karena merasa terancam dan diawasi ketat oleh aparat keamanan.

  2. "Pasca kerusuhan, pengawasan oleh personil TNI/Polri semakin meningkat. Mereka datang ke asrama," katanya.

  3. "Aparat itu sering mendatangi asrama kami, 


sore atau kadang sudah larut sekitar jam 11 atau 12 malam. Kami tidak izinkan masuk, karena kita tidak tahu, apa mereka punya maksud lain," kata Yuni. 

Selain merasa gerak-gerik saya dan kawan-kawan Papua selalu diawasi dan tidak bisa beraktivitas secara bebas, Yun Tabuni mengaku pulang untuk mendukung agenda Papua Merdeka.

"Harapan kami pulang sesuai perkembangan yang kami ikuti dari Manado. Saya pulang ya tujuannya untuk dukung Papua Merdeka". 

Kesimpulan :
Harapan mahasiswa Papua dan seluruh orang Papua kami ingin dan berkemauan akan segera keluar dari intimindasi, budaya kekerasan dan kekejaman yang selama ini diami orang Papua dalam tubuh NKRI. Dan kini adalah waktunya orang Papua bangkit bertindak memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan membela harga diri kami sebagai suatu bangsa yang berdaulat dan merdeka. Karena dengan pengalaman yang kami lalui dan sedang alami di dalam Negara Indonesia bagi kami orang Papua tak ada jaminan dan perlindungan. Supaya bebas tanpa intimindasi dan diatur-atur oleh orang lain. 
Jadi solusi terakhir bagi kami orang Papua hanya "Meluruskan sejarah integerasi wilayah Papua ke dalam NKRI dan Referedum". 
Hanya itu adalah jalan yang terbaik. 

Penulis menyadari bahwa tulisan ini kurang lengkap hari tanggal kejadian tempat belum dicantumkan dengan baik sehingga saya berharap akan direvisi kembali. Waa. 

Penulis Doulos Alear Yoman salah seorang pemuda Papua dari Gereja Baptis Papua. Ia telah lulus dari Sekolah Tinggi Teologi Baptis Papua. Kini Ia sedang menempu pendidikan lanjutan di Seminari Baptis sekaligus mengajar dan melayani di Jemaat Ita Wakhu Purom. 

Ita Wakhu Purom "10/02/ 2020.

Comments

Anggynak said…
Luar biasa kawan, terus menulis
Tuhan Yesus memberkati

Popular posts from this blog

INDONESIA KOLONIAL RASIS DAN FASIS SECARA ILEGAL MENDUDUKI DAN MENJAJAH ...

1 DESEMBER 1961 HARI KEMERDEKAAN BANGSA PAPUA