Selebaran mahasiswa eksodus papua

Selasa, 28 Januari 2020


SELEBARAN POSKO UMUM 
EXODUS PELAJAR DAN MAHASISWA PAPUA
SE - INDONESIA




Solar rasism of legal law laws and his life of Rhythm's body disease is body s body's body

(Jayapura, 22 Januari/01/ 2020)

                        

  1. Semenjak 15 Agustus 2019 hingga saat ini, belum ada kebenaran yang membuktikan  soal tiang bendera yang dipatahkan dan dijatuhkan kedalam selokan di depan Asrama Mahaswa Papua (KAMASAN III), Jln. Kalasan - Surabaya. Maka jelas-jelas tidak ada indikasi perusakan Bendera Indonesia, sehingga kawan-kawan kami mahasiswa Papua di asrama tersebut tidak terbukti melakukan tindakan tersebut.



Pada prinsipnya berkaitan lambang negara secara hukum jelas telah diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2009, sehingga jika terjadi pengrusakan terhadap lambang negara salah satunya bendera maka prosedurnya adalah melaporkan kepada pihak terkait dalam hal ini pihak kepolisian yang bertugas sebagai penegak hukum sebagaimana dijamin dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Namun faktanya, ada oknum TNI, Polisi, Pol PP dan Ormas tanpa memastikan siapa pelakunya langsung mendatangi asrama mahasiswa Papua di Surabaya dan melakukan “tindakan main hakim sendiri”. Hal ini dimana, adanya tindakan perlakuan rasis dengan pangilan MONYET yang dilakukan oleh oknum anggota TNI, Polri, Pol PP dan Ormas Reaksioner tersebut (Surabaya, 16 Agustus 2019) dan berujung dengan penangkapan kawan-kawan kami mahasiswa Papua selaku penghuni asrama mahasiswa Papua di Surabaya pada 17 Agustus 2019.

Peristiwa ini juga telah menjadi bukti bahwa negara Indonesia telah berusia 74 tahun, tetapi masih "hidupnya penyakit rasisme dalam tubuh aparatus negara"  (dan ormas reaksioner). Dan juga perlakuan mereka malah melangkahi aturan konstitusi negara secara mekanisme hukum yang berlaku ketika harus melakukan penangkapan (sepihak) kepada kawan-kawan kami mahasiswa Papua di asrama mahasiswa Papua Surabaya. Hal ini dapat kita lihat dan kaji bersama berdasarkan fakta bahwa:

1). Adanya “watak manusia adalah serigala bagi manusia lainnya” yang masih hidup subur dalam diri oknum TNI, POLRI, POL PP dan ORMAS pelaku tindakan main hakim sendiri terhadap mahasiswa Papua di Surabaya. Watak kebinatangan tersebut sudah harus dimatikan dengan cara melakukan penegakan hukum terhadap para pelaku tindakan main hakim sendiri yang berdasarkan pada paham rasisme yang hidup dalam diri para pelaku dimaksud, agar dapat memberikan efek jera bagi pelaku dan warga sekitarnya.

2). Kenyataan dari perlakuan rasisme oleh oknum anggota TNI, Polri, Pol PP, dan Ormas reaksioner, secara langsung telah membuktikan bahwa para Aparatus Negara tersebut telah melakukan pelanggaran UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnik secara sistematik dan struktural di propinsi jawa timur.

3). Adanya kekerasan fisik (persekusi) yang terjadi, maka secara otomatis TNI dan Polri yang bertugas disaat itu, telah melakukan beberapa tindak pidana secara berturut-turut baik secara bersama-sama maupun sendiri seperti tindak pidana pengrusakan (406 KUHP), pengeroyokan (170 KUHP), penganiayaan (351 KUHP) dan secara langsung telah melakukan melanggar Asas Umum Pemerintahan yang baik sebagaimana yang dijamin dalam UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintah yang Bersih dari KKN.

4). Sesuai dengan bunyi Pasal 1 ayat (3), UUD 1945 yang menegaskan bahwa “Indonesia adalah negara hukum”, maka Indonesia secara kenegaraan memiliki kewajiban untuk melindungi HAM warga negara termasuk mahasiswa Papua. Fakta di atas membuktikan bahwa negara melalui aparatus negaranya (TNI, POLRI dan POL PP) telah hadir sebagai pelaku pelanggaran HAM terhadap kawan-kawan kami mahasiswa Papua di Surabaya.

5). Dan masalah Rasisme Surabaya ini, Ironisnya tindakan Diskriminasi rasial dan kekerasan fisik malah dilakukan pada saat menjelang dan saat perayaan hari ulang tahun kemerdekaan negara Indonesia yang jatuh pada tanggal 17 Agustus 2019. Maka secara tidak langsung, fakta ini telah menunjujan bahwa secara praktis negara Indonesia berstatus negara kekuasaan terhadap Orang Asli Papua di mana pun berada, tanpa ada peradilan hukum dan kebebasan berdemokrasi.

Demikian selebaran ini kami buat, kiranya kita Exodus Pelajar dan Mahasiswa Papua Se - Indonesia, dan semua Orang Asli Papua harus sadar bahwa sudah 74 tahun negara Indonesian merdeka tetapi masih dihidupi penyakit RASISME dalam tubuh aparatus negara, dan penegakan hukum yang sangat diskriminasi bagi kami Orang Papua.

TABEA, WI WA O, WAA WAA.....

 edit :oleh yoman 

sumber selebaran oleh posko umum tim penanganang mahasiswa  eksodu se Indonesia tana Papua 

       PosmahasiswaPapua@gmail.com


1:LAWAN_RASISME 
2:ORANG_PAPUA_BUKAN_MONYET 
3:HIDUP_EXODUS_PELAJAR_PAPUA4:HIDUP_EXODUS_MAHASISWA_PAPUA

Comments

Popular posts from this blog

INDONESIA KOLONIAL RASIS DAN FASIS SECARA ILEGAL MENDUDUKI DAN MENJAJAH ...

ROBERT ROUW BANUA ANGGOTA DPRRI, JOHN ROUW BANUA KETUA DPRP DAN JOHN RICHARD ROUW BANUA BUPATI KABUPATEN JAYAWIJAYA, TONY TESAR PERNAH MENJADI ANGGOTA DPDRI 2004-209, YORRYS RAWEYAI ANGGOTA DPR RI SUARA NOKEN DARI PAPUA-PEGUNUNGAN